Tradisi Pembacaan Manaqib

  Tradisi Pembacaan Manaqib 

    Tradisi membaca Manaqib sudah sejak lama berkembang di Nusantara. Peran Wali Songo sebagai penyebar agama Islam di Nusantara yang menggunakan pendekatan budaya dan thariqah, termasuk di dalamnya adalah tradisi membaca manaqib. 

     Manaqib dibaca oleh sekelompok orang Islam secara berjamaah. Manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jailani umumnya dibaca setiap malam 11 dalam kalender Hijriyah. Manaqib Syekh Abdul Qadir juga dibaca saat seseorang memiliki hajat (keperluan) tertentu. Misalnya ketika sedang sakit dan mengharap kesembuhan dengan wasilah (perantara) karomah para wali. 

     Keyakinan yang dimiliki oleh warga nahdliyin adalah para wali adalah orang yang dekat dengan Allah, sehingga permintaan (doa) lebih mudah dikabulkan dibandingkan dengan meminta sendiri, walaupun berdoa langsung tanpa wasilah diperbolehkan.


       Membaca Manaqib memiliki rangkaian tertentu yang digabungkan dengan tahlil. Urutan pembacaan Manaqib adalah sebagai berikut: 

1. Membaca hadharah khususiyah, yaitu membaca nama-nama nabí, sahabat, wali, guru, dan umat Islam yang dihadiahi bacaan surat al- Fatihah. 

2. Tahlil, yaitu membaca tahlil pada umumnya 

3. Membaca manaqib, yaitu membaca kitab manaqib dari awal sampai akhir, bisa sendiri atau bergantian dalam sebuah jamaah 

4. Doa, yaitu membaca doa yang tercantum dalam kitab manaqib dan ditambahi dengan doa-doa tertentu sesuai hajat yang diharapkan dari pembacaan manaqib.


Post a Comment

Previous Post Next Post
close